Salam Sejah Tera

2013/04/26

Makalah Perkembangan CPO



Kata pengantar
Pujis syukur kepada TUHAN yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidahyahnya sehingga penulisan makalah ini dapat selesai.Harapan penulisan ini dapat bermamfaat walaupun penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penyusunan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pebaca.
Seperti diketahui bersama bahwa Indonesia mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit. Bila ditinjau dari segi produktivitas, Indonesia dari tahun 2006 sudah mengalami peningkatan dan mengalahkan produktivitas Malaysia. Ini memperlihatkan efisiennya pengolahan kelapa sawit di Indonesia selama ini. Dengan melihat kondisi – potensi lahan, industri minyak kelapa sawit, pasar hasil industri kelapa sawit baik dalam negeri maupun luar negeri serta membandingkannya dengan nilai perdagangan kelapa sawit Indonesia dan dunia, makalah ini menyajikan informasi berkaitan dengan minyak kelapa sawit. Unsurunsur penunjang perekonomian nasional seperti sektor perkebunan, industri minyak kelapa sawit.




Bekasi, 3 februari 2013

      Penyusun

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR-------------------------------------------------------------------------------------------------------------- I
DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- II
BAB I PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
1.1  LATAR BELAKANG----------------------------------------------------------------------------------------------- 3
1.2 RUMUSAN MASALAH------------------------------------------------------------------------------------------- 3
1.3 TUJUAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
1.4 MANFAAT------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
1.5 BATASAN MASALAH--------------------------------------------------------------------------------------------- 4
1.6 ASUMSI---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4
BAB II PEMBAHASAN--------------------------------------------------------------------------------------------------------- 5
2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT---------------------------------------------------------------------- 5
2.2 HASIL KELAPA SAWIT----------------------------------------------------------------------------------------------------- 8
2.3 PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN PEMAMFAATANNYA--------------------------------------------------- 9
2.4 KENDALA PENGEMBANGAN INDUSTRY KELAPA SAWIT NASIONAL--------------------------- 10
BAB III TINJAUAN-------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11
3.1 ANALISIS------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 11
3.2 EVALIASI------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 11
BAB IV PENUTUP--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12
4.1 KESIMPULAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12
4.2 SARAN-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------------------------------------------- 13
Bab I
Pendahuluan
Selama ini dua sektor, industri dan lingkungan selalu seolah dipertentangkan. Penyelarasan antara keduanya hingga saat ini masih belum memperoleh cara yang paling baik. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah menggiring manusia untuk mengeksplorasi bumi tanpa henti. Akibatnya, keharmonisan alam yang sebenarnya telah memiliki sistem sendiri, menjadi terganggu. Namun menghentikan laju industri begitu saja, bukanlah solusi. Pada sisi lain, selama berabad-abad, kehidupan manusia telah bergantung pada kemajuan teknologi dan sumber daya alam. Sehingga langkah bijak yang paling memungkinkan sekarang adalah mengupayakan teknologi yang ramah lingkungan. Idealnya, teknologi yang dapat membantu manusia menikmati kemudahan yang disediakan bumi, sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Banyak kasus yang dihadapi perusahaan pertambangan minyak bumi dalam menyelaraskan antara industri dan lingkungan. Minyak bumi, sampai saat ini masih menjadi sumber energi terbesar bagi dunia. Tak dapat dibayangkan bagaimana jadinya kehidupan umat manusia tanpa emas hitam ini. Tampaknya, sebelum alternatif sumber energi lain pengganti minyak bumi ditemukan, maka usaha pertambangan minyak bumi akan terus memainkan peran yang penting bagi kehidupan manusia. Repotnya, proses pengeboran dan produksi minyak bumi juga mengandung risiko bagi kelestarian lingkungan. Berbagai penelitian dan upaya terus dilakukan guna menemukan cara paling efektif mengatasi masalah limbah minyak bumi ini.
Industri kelapa sawit di Indonesia telah berkembang pesat dengan dukungan pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula hingga mencapai lebih dari 6.3 juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas dari politik ekspansi pada akhir 1970 an disertai pengenalan PIR sebagai sarana untuk menggerakkan keikut sertaan rakyat dalam budidaya perkebunan sawit. Pertumbuhan pesat juga terjadi pada ke dua jenis pengusahaan yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Sampai dengan tahun 2007 tercatat 965 perusahaan dengan luas perkebunan 3.753 juta hektar yang dimiliki oleh perkebunan Negara swasta nasional dan asing. Sementara perkebunan rakyat telah mencapai 2,565 juta hektar, suatu perkembangan yang luar biasa mengingat pada awal pengenalanya hanya 3.125 hektar (1979) yang hanya mewakili 1,20% saja dari total perkebunan sawit yang ada ketika itu (Sutrisno, 2008).
Akhir-akhir ini industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi bio diesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Bio diesel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan (Ariati, R, 2007), sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali.
Tuntutan masyarakat/konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan baik dalam proses produksi maupun pemanfaatannya semakin tinggi, ini menimbulkan persaingan produsen untuk memanfaatkan bahan baku yang juga ramah lingkungan, sehingga industri kelapa sawit menjadi pilihan.









Latar belakang
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang banyak dikebunkan oleh perusahaan-perusahaan besar, baik pemerintah maupun swasta. Bahkan masyarakat pun banyak bertanam kelapa sawit secara kecil-kecilan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit sangat cocok tumbuh di Indonesia. Jika Indonesia ditargetkan untuk menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, tentu orang-orang yang mengelolanya, mulai dari pembibitan, penanaman sampai ke teknik pengelolahan hasil panen harus berlaku profesional.

Rumusan masalah
1.    tindakan apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk memacu dan meningkatkan pengembangan sektor kelapa sawit sehingga Indonesia menjadi penghasil CPO terbesar
2.    Kebijakan-kebijakan apa yang harus di tindak lanjuti perusahaan dalam pengembangan industry kelapa sawit
3.    Bagaimana pola perencanaan perusahaan industry kelapa sawit untuk mengendalikan hasil produksi CPO sehingga  akan semakin meningkat.



Tujuan

Tujuan dari pengembangan industri pabrik  kelapa sawit ini adalah memanfaatkan peluang yang dimiliki oleh Indonesia serta mengetahui hal-hal yang dibutuhkan dalam rangka pengambangan hasil kelapa sawit.










Mamfaat


Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan diIndonesia. Kelapa sawit merupakan produk pertanian paling sukses kedua di Indonesia setelah padi, dan merupakan ekspor pertanian terbesar. Industri ini menjadi sarana meraih nafkah dan perkembangan ekonomi bagi sejumlah besar masyarakat miskin diIndustri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan diIndonesia. permintaan dunia akan minyak sawit diperkirakan akan semakin meningkat di masa depan,minyak sawit menawarkan prospek ekonomi yang paling menjanjikan bagi Indonesia.


Batasan masalah
1.    Perkembangan industry kelapa sawit diindonesia akan semakin meningkat karena ketersediaan lahan Indonesia yang masih sangat luas.
2.    Permintaan Produksi minyak lelapa sawit akan sangat meningkat karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi biofuel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO)
Asumsi
Setelah melakukan pengamatan mengenai perkembangan industry Pabrik Kelapa Sawit (PKS) diperoleh kesimpulan bahwa perkembangan industry kelapa sawit yang sangat pesat dapat mengembangkan perekonomian Negara untuk kedepan,selain itu juga dapat membuka lapangan kerja baru yang dapat mengurang jumlah penganguran di Negara ini.


Bab II
Pembahasan

PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT

Perluasan areal perkebunan kelapa sawit semakin gencar dilakukan sebagai respon terhadap kebutuhan minyak masak domestik maupun ekspor seiring dengan peningkatan populasi dan mahalnya alternatif minyak masak lainnya (antara lain minyak kedelai dan lobak). Ekspansi sawit progresif dan besar-besaran ke Indonesia bagian Timur sebenarnya sudah dicanangkan sejak akhir masa pemerintahan Presiden Soeharto, yang dilanjutkan semasa jaman Presiden Habibie (1998/1999). Kondisi ini dipicu oleh keinginan pemerintah pada waktu itu untuk mengalahkan Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan rencana untuk menggandakan luasan kebun menjadi 5,5 juta ha pada akhir tahun 2000. Para investor domestik dan perkebunan-perkebunan swasta milik asing ditawarkan untuk melakukan pengembangan perkebunan.
Ada beberapa kondisi yang menguntungkan bagi industri minyak sawit Indonesia, yaitu mutu minyak sawit Indonesia tidak kalah dari Malaysia dan Industri makanan di Amerika Serikat mulai beralih dari minyak kacang kedelai ke minyak sawit sehingga peluang pasarnya masih sangat besar. Namun, persaingan pasar minyak kelapa sawit juga cukup tinggi dimana berbagai negara yang mempunyai lahan juga membuka perkebunan kelapa sawit seperti Malaysia, Nigeria, Thailand, Brazil, Columbia, Belgia, Gabon, Gana, dan lainnya. Terutama Malaysia yang saat ini menjadi Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, dimana mereka telah memiliki perkebunan sawit yang cukup luas dilengkapi dengan pabrik pengolah sawit yang cukup besar dan dengan standar pengolahan yang baik sehingga produknya dapat diterima pasar dunia. Indonesia sendiri sebenarnya dapat bersaing karena permintaan terhadap minyak sawit masih sangat besar karena produk olahan dan turunan dari minyak sawit tersebut sangat banyak, bahkan sekarang telah ditemukan cara pengolahan minyak sawit untuk menggantikan solar sebagai bahan bakar mesin diesel yang kini persediaan minyak bumi semakin menipis dan minyak sawit dapat dijadikan alternatif pengganti (biodiesel) yang tentunya sangat besar peluang pasarnya. Sementara itu lahan di Indonesia masih sangat luas yang dapat dimanfaatkan sebagi lahan perkebunan kelapa sawit, selain itu juga tenaga kerja Indonesia masih sangat banyak, bahkan banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di perkebunan kelapa sawit Malaysia, sedangkan Malaysia sebagai saingan utama Indonesia memiliki keterbatasan lahan dan juga tenaga kerja. Sehingga pada prinsipnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk bersaing dalam Industri kelapa sawit dunia.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besarbesar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masingmasing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.Berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIRBun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati. Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia. industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi biofuel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Biofuel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan, sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali. Masalah energi alternatif saat ini sedang menjadi perbincangan yang ramai di masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) saat ini telah menggugah masyarakat bahwa Indonesia sangat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan serta tanahnya yang relatif subur, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan atau biofuel. Energi alternatif biofuel yang dapat diperbarui dapat memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel juga ramah lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia serta dunia.
Sorotan Dunia Internasional  terhadap perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia semakin tajam, khususnya setelah Indonesia menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia.
Industri kelapa sawit di Indonesia telah berkembang pesat dengan dukungan pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula hingga mencapai lebih dari 6.3 juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas dari politik ekspansi pada akhir 1970an sebagai sarana untuk menggerakkan keikut sertaan rakyat dalam budidaya perkebunan sawit. Pertumbuhan pesat juga terjadi pada ke dua jenis pengusahaan yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Sampai dengan tahun 2007 tercatat 965 perusahaan dengan luas perkebunan 3.753 juta hektar yang dimiliki oleh perkebunan Negara swasta nasional dan asing. Sementara perkebunan rakyat telah mencapai 2,565 juta hektar, suatu perkembangan yang luar biasa mengingat pada awal pengenalanya hanya 3.125 hektar (1979) yang hanya mewakili 1,20% saja dari total perkebunan sawit yang ada
Akhir-akhir ini industri kelapa sawit cukup marak dibicarakan, karena dunia saat ini sedang ramai-ramainya mencari sumber energi baru pengganti minyak bumi yang cadangannya semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti tersebut adalah energi bio diesel dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau yang lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Bio diesel ini merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan, selain itu sumber energinya dapat terus dikembangkan (Ariati, R, 2007), sangat berbeda dengan minyak bumi yang jika cadangannya sudah habis tidak dapat dikembangkan kembali.

Tuntutan masyarakat/konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan baik dalam proses produksi maupun pemanfaatannya semakin tinggi, ini menimbulkan persaingan produsen untuk memanfaatkan bahan baku yang juga ramah lingkungan.Konsumsi minyak sawit (CPO ) dunia dari tahun ke tahun terus menunjukkan tren meningkat. Pertumbuhan akan permintaan CPO dunia dalam 5 (lima) tahun terakhir, rata-rata tumbuh sebesar 9,92%. China dengan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap CPO dunia. Selain itu negara Uni Eropa juga termasuk konsumen besar pengkomsumsi CPO di dunia (Anonymous, 2006).Seiring dengan meningkatnya konsumsi dunia, ekspor CPO dalam 5 (lima) tahun terakhir juga menunjukkan tren meningkat, rata-rata peningkatannya adalah sebesar 11%. Ekspor terbesar didunia didominasi oleh Malaysia dan Indonesia, kedua negara tersebut menguasai 91% pangsa pasar ekspor dunia. Papua Nugini berada di urutan ke3 dengan perbedaan share yang cukup jauh yaitu hanya berkisar 1,3%.Diprediksikan peningkatan konsumsi dan ekspor ini akan terus berlanjut bahkan dalam persentase yang lebih besar mengingat faktor yang mendukung hal tersebut cukup banyak, seperti: pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri hilir, perkembangan energi alternatif, dll. Malaysia dan Indonesia diprediksikan akan terus menjadi pemain utama dalam ekspor CPO ini, mengingat belum ada perkembangan yang signifikan dari negara pesaing lainnya. Bahkan Indonesia diprediksikan akan menyalip Malaysia baik dalam produksi maupun ekspor CPO, karena didukung oleh luas lahan yang tersedia dimana Malaysia sudah mulai terbatas.
Permasalahan utama perdagangan dunia CPO sebenarnya bukan terletak pada tingkat permintaan konsumsi atau ekspornya, karena baik konsumsi atau ekspor dunia cenderung meningkat dengan stabil. Permasalahan utamanya justru terletak pada fluktuasi harga yang tidak stabil. Fluktuasi harga CPO ini cenderung dipengaruhi oleh isu-isu yang dibuat oleh negara penghasil produk subtitusi (saingan CPO), yaitu negara-negara penghasil minyak dari kacang kedelai dan jagung yang umumnya merupakan negara di Eropa dan Amerika (negara maju). Isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang diangkat untuk menjatuhkan harga CPO dunia. Harga CPO dunia  pada tahun 2006 adalah USD540/ton, relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga selama tujuh tahun terakhir.Untuk mengatasi fluktuasi harga ini, pihak gabungan pengusaha kelapa sawit Malaysia (MPOA) dan gabungan petani kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan perjanjian kerja sama yang didukung penuh oleh pemerintahan kedua negara, yang isi perjanjian diantaranya adalah untuk menjaga stabilitas harga CPO. Perkembangan Ekspor dan Konsumsi CPO Dunia.

 HASIL KELAPA SAWIT

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging.buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendahkolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi.bahan baku margarin.Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika.Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C.Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang.dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan.dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga.sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.Sisa pengolahan buah sawit sangat.potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos


Produk Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya
Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai sakah satu bahan bakar.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan tersebut antara lain:
1.    Menjadi sumber minyak nabati termurah karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi
2.    Dibanding minyak lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi
3.    Dibanding minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri pangan, maupun pada industri non pangan
4.    Kandungan gizi minyak kelapa sawit lebih unggul daripada minyak nabati lainnya













Kendala-Kendala Pengembangan Industri Kelapa Sawit Nasional
Secara fakta, prospek industri kelapa sawit di Indonesia cukup baik, tetapi dalam pelaksanaan pengembangannya cukup banyak kendala yang dihadapi diantaranya adalah:
1.    Kebijakan yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah, seperti ijin  pembukaan lahan yang kadang membuat para pelaku bisnis ragu-ragu dalam bertindak dan mengakibatkan biaya besar.
2.    Infrastruktur yang belum memadai terutama pelabuhan ekspor. Diprediksikan dengan pertumbuhan lahan kelapa sawit yang signifikan (jika tidak didukung adanya penambahan kapasitas pelabuhan baik perluasan atau penambahan pelabuhan baru) maka industri kelapa sawit dalam 10 tahun bisa terganggu karena akan banyak hasil produksi yang tidak dapat diekspor, sementara daya tampung dalam negeri akan semakin terbatas apalagi jika program bio diesel pemerintah tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan.
3.    Tumbuhnya industri hilir tidak secepat pertumbuhan industri kelapa sawit itu sendiri, mengakibatkan nilai jual hasil minyak kelapa sawit Indonesia bernilai rendah (Tryfino.2006:2). Ekspor Indonesia baru 42% yang sudah berupa produk turunan kelapa sawit, sedangkan ekspor industri kelapa sawit Malaysia sudah 80% lebih berupa produk turunan.
4.    Belum adanya bukti yang jelas dari pemerintah untuk mengembangkan industri ini, padahal pemerintah telah mengklem  bahwa sektor ini adalah sektor unggulan Indonesia untuk ekspor non migas dan penyerapan tenaga kerja.








Bab III
Tinjauan


Anaisis
Berdasarkan pengamata dari apa yang telah dikaji di dalam makalh ini perkembangan industry kelapa sawit banyak menimbulkan dampak positif bagi masyarakat Indonesia karena banyak menghasilkan peluang kerja bagi para pengangguran selain itu dapat mengetahui secara lengkap seluruh kegiatan perusahaan industry kelapa sawit.
Menambah pendapatan Negara,memperluas kesempatan kerja,karena industry kelapa sawit memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak,dapat memberi dampak mensejahterakan bagi pedagang pupuk,karena dengan adanya perkembangan industry kelapa sawit maka permintaan akan pupuk juga akan meningkat,

Evaluasi
1.    Areal industry kelapa sawit sebaiknya lebih di perluas,sehingga dapat lebih berkembang dari segi produksi CPO
2.    perusahaan harus lebih meningkatkan  mutu produksinya sehingga dapat bersaing dengan Negara penghasil CPO lainnya.
3.    Sebaiknya pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dalam pembangunan industry kelapa sawit yang sangat berpotensi menjadi sektor unggulan didunia.




BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Prospek pertumbuhan industri kelapa sawit ini sangat cerah mengingat permintaannya yang terus meningkat, baik akibat dari pertambahan yang alami seperti kenaikan pertambahan penduduk yang otomatis akan meningkatan permintaan minyak goreng, berkembangnya industri hilir, dan yang terakhir yang cukup mempengaruhi kenaikan permintaan CPO dunia secara signifikan yaitu pengembangan energi alternatif pengganti minyak bumi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat diuntungkan dengan adanya perubahan penggunaan energi dunia ini karena hanya dua negara yang mendominasi industri/perkebunan kelapa sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia. Malaysia pertumbuhannya cenderung melambat karena adanya keterbatasan lahan, sedangkan di Indonesia potensi pengembangan lahannya masih terbuka luas.
Saran
1.    Untuk mendapatkan hasil yang efektif perluh dilakukan  pengembangan pabrik dan jalur transportasinya untuk mendapatkan efektifitas dan efisiensi kerja yang lebih baik dalam berproduksi CPO.
2.    Sebaiknya perusahaan membuat suatu rencana kerja sehingga produksi CPO akan semakin optimal dan juga perencanaan produksi yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang apabila pabrik telah berjalan.




DAFTAR PUSTAKA
Arif,Habibillah.2010perkembangan industri PRODUKSI KELAPA SAWIT,http//:www.habibiezone.wordpress.com/pasca-panen-dan-standar-produksi-kelapa-sawit.html
Rankine, I. R dan T.H. Fairgurst.2000. Buku Lapangan : perkembangan KelapaSawit - Tanaman Menghasilkan. E. S. Sutarta dan W. Darmosarkoro(Penerjemah). Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Bogor. 106 hal.Terjemahan dari :
 Field handbook: Oil Palm Series-Mature.

Santoso, H., E. S. Sutarta, dan H. H. Siregar.2006. Potensi PengembanganPerkebunan Kelapa Sawit di Dataran Tinggi. Jurnal Penelitian KelapaSawit. 14 (2) : 113 – 126